Kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan
kerja telah menjadi
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Keselamatan
dan kesehatan kerja mutlak dilaksanakan, baik dalam perusahaan besar maupun
perusahaan kecil, sebagai usaha mencegah dan mengendalikan kerugian yang
diakibatkan dari adanya kecelakaan, kebakaran, kerusakan harta benda perusahaan
dan kerusakan lingkungan serta bahaya-bahaya lainnya.
A. Pengertian
Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja
Pengertian
bahaya (hazard)
ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007. Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain :
ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007. Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain :
- faktor
bahaya biologi(s)
- faktor
bahaya kimia
- faktor
bahaya fisik/mekanik
- faktor
bahaya biomekanik
- faktor
bahaya sosial-psikologis.
Pengendalian
merupakan salah satu bagian dari manajemen. Pengendalian dilakukan dengan
tujuan supaya apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik
sehingga dapat mencapai target maupun tujuan yang ingin dicapai. Pengendalian
memang merupakan salah satu tugas dari manager. Satu hal yang harus dipahami,
bahwa pengendalian dan pengawasan adalah berbeda karena pengawasan merupakan
bagian dari pengendalian. Bila pengendalian dilakkan dengan disertai pelurusan
(tindakan korektif), maka pengawasan adalah pemeriksaan di lapangan yang
dilakukan pada periode tertentu secara berulang kali.
Pengendalian
Bahaya Di Tempat Kerja adalah proses yang dilakukan oleh instansi atau
perusahaan dalam mencapai tujuan agar para pekerja di instansi atau perusahaan
dapat menghindari resiko aktivitas yang dapat berpotensi menimbulkan cedera dan
penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu perusahaan.
B. Tujuan
Pengendalian
Tujaun
dari pengendalian adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan
menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut,
maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksana
rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat dimabil tindakan untuk
memperbaikinya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang.
C. Pengendalian
Bahaya Di Tempat Kerja ( HIRARKI)
Pada
kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian (hierarchy of
control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.
Pemilihan
hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan efesiensi
sehingga resiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk)
bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki control pertama diyakini
memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang kedua.
Hirarki
pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan resiko yaitu
melaui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat
keparahan suatu kecelakaan atau paparan.
Pada
ANSI Z10: 2005 dan sesuai dengan PP nomor 50 tahun 2012 hirarki pengendalian bahaya
dalam sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja antara lain:
1. Eliminasi.
Hirarki
teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan
bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan
prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan
benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Sebagai
contoh misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya
bising, bahaya kimia.
2. Substitusi
Metode
pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun
peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan
operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi
kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang
menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Pengendalian
Teknis
Pengendalian
secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap sumber bahaya atau
lingkungan ,seperti:
a. Subtitusi yaitu
menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang atau
tidak berbahaya sama sekali.
b. Isolasi,yaitu memisahkan suatu
sumber bahaya dengan pekerja , misalnya pengadaan ruang panel,larangan memasuki
tempat kerja bagi yang tidak berkepentingan,menutup unit operasi yang
berbahaya.
c. Cara basah,dimaksudkan
untuk menekan jumlah partikel yang mengotori udara karena partikel debu
mengalami berat.
d. Merubah proses,misalnya
pada proses kering dirubah menjadi proses basah untuk menghindari debu.
e. Ventilasi keluar
setempat ( lokal exhaust ventilation ), yaitu suatu cara yang dapat
menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya tersebut masuk keudara
ruang kerja.
Pengendalian
ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu
unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh
implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard,
circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor,
sound enclosure.
4. Pengendalian
Administrasi
Pengendalian
secara administratif adalah peraturan-peraturan administrasi yang mengatur
pekerja untuk membatasi waktu kontaknya ( pemaparan )dengan faktor bahaya atau
contaminant.
Kontrol
administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman.
Jenis
pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi baku
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi atau
pemeriksaan kesehatan. pengendian bahaya yang dilakukan dengan memberikan
peringatan, instruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya
bahaya dilokasi tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui
dan memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga
mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak
kepadanya. Aplikasi di dunia industri untuk pengendalian jenis ini antara lain
berupa alarm system, detektor asap, tanda peringatan (penggunaan APD spesifik,
jalur evakuasi, area listrik tegangan tinggi, dll)
5. Alat
Pelindung Diri
Alat
Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga
kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha
melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif
tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari
kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Pemilihan
dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling tidak
efektif dalam pengendalian bahaya,karena APD hanya berfungsi untuk mengurangi
seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari
ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan
setiap pekerjaan.
Tujuan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti : Melindungi tenaga kerja apabila
usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan
baik., meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja, dan menciptakan lingkungan
kerja yang aman.