Jumat, 16 Februari 2018

Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja



Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan  Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
  Keselamatan dan kesehatan kerja mutlak dilaksanakan, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil, sebagai usaha mencegah dan mengendalikan kerugian yang diakibatkan dari adanya kecelakaan, kebakaran, kerusakan harta benda perusahaan dan kerusakan lingkungan serta bahaya-bahaya lainnya.

A.    Pengertian Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja
 Pengertian bahaya (hazard)
ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007. Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain :
  1. faktor bahaya biologi(s)
  2. faktor bahaya kimia
  3. faktor bahaya fisik/mekanik
  4. faktor bahaya biomekanik
  5. faktor bahaya sosial-psikologis.
 Pengendalian merupakan salah satu bagian dari manajemen. Pengendalian dilakukan dengan tujuan supaya apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mencapai target maupun tujuan yang ingin dicapai. Pengendalian memang merupakan salah satu tugas dari manager. Satu hal yang harus dipahami, bahwa pengendalian dan pengawasan adalah berbeda karena pengawasan merupakan bagian dari pengendalian. Bila pengendalian dilakkan dengan disertai pelurusan (tindakan korektif), maka pengawasan adalah pemeriksaan di lapangan yang dilakukan pada periode tertentu secara berulang kali.
Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja adalah proses yang dilakukan oleh instansi atau perusahaan dalam mencapai tujuan agar para pekerja di instansi atau perusahaan dapat menghindari resiko aktivitas yang dapat berpotensi menimbulkan cedera dan penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu perusahaan.

B.     Tujuan Pengendalian
Tujaun dari pengendalian adalah  mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksana rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat dimabil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang.

C.    Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja ( HIRARKI)
Pada kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian (hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.
Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga resiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki control pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang kedua.
Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan resiko yaitu melaui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan.

Pada ANSI Z10: 2005 dan sesuai dengan PP nomor 50 tahun 2012 hirarki pengendalian bahaya dalam sistem manajemen  keselamatan, kesehatan kerja antara lain:



1.   Eliminasi.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Sebagai contoh misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.

2.    Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.

3.   Pengendalian Teknis
Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap sumber bahaya atau lingkungan ,seperti:
a.   Subtitusi yaitu menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.
b.  Isolasi,yaitu memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja , misalnya pengadaan ruang panel,larangan memasuki tempat kerja bagi yang tidak berkepentingan,menutup unit operasi yang berbahaya.
c.   Cara basah,dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang mengotori udara karena partikel debu mengalami berat.
d.   Merubah proses,misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses basah untuk menghindari debu.
e.   Ventilasi keluar setempat  ( lokal exhaust ventilation ), yaitu suatu cara yang dapat menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya tersebut masuk keudara ruang kerja.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor, sound enclosure.

4.   Pengendalian Administrasi
Pengendalian secara administratif adalah peraturan-peraturan administrasi yang mengatur pekerja untuk membatasi waktu kontaknya ( pemaparan )dengan faktor bahaya atau contaminant.

Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi atau pemeriksaan kesehatan. pengendian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan, instruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya dilokasi tersebut.  Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya. Aplikasi di dunia industri untuk pengendalian jenis ini antara lain berupa alarm system, detektor asap, tanda peringatan (penggunaan APD spesifik, jalur evakuasi, area listrik tegangan tinggi, dll)

5.   Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,karena APD hanya berfungsi untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti : Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik., meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman.

Postingan yang terbaru

Apa itu Safety Maturity Model?